SELAMAT DATANG DI BLOGNYA WORO IRNA LARASATI

gula sebagai bahan kaca

Oleh Tomi Rustamiaji, S.Si
Institut Teknologi Bandung

Kelak di masa depan, polimetil metakrilat (PMMA) yang lebih dikenal sebagai kaca akrilik mungkin akan terbuat dari bahan alami seperti gula, alkohol, bahkan asam lemak. Bila dibandingkan dengan proses produksi kimia sebelumnya, sebuah proses bioteknologi untuk menghasilkan material ini akan jauh lebih ramah lingkungan.

PMMA dibuat dengan cara mempolimerisasi metil metakrilat (MMA). Para ilmuwan di University of Duisburg-Essen and the Helmholtz Centre for Environmental Research (UFZ) telah menemukan suatu enzim dalam strain bakteri yang dapat digunakan untuk produksi prekursor dari MMA secara bioteknologi.

Dr Thore Rohwerder dan penelitiannya telah menjadi salah satu dari tiga nominator untuk European Evonik, sebuah penghargaan penelitian di Eropa. Kompetisi ini dikepalai oleh Dr Arend Oetker, presiden dari Stifterverband für die Deutsche Wissenschaft − sebuah asosiasi untuk para penyumbang keilmuan Jerman. Sasaran dari penghargaan ini adalah untuk merangsang para peneliti muda untuk mengambil langkah kedepan dalam mendukung bisnis berbasis penelitian. Topik dari penghargaan Evonik tahun 2008 adalah "White Biotechnology" yang difokuskan di bidang industri bioteknologi. Penghargaan ini memiliki hadiah sebesar EUR 100,000 dan tahun ini diberikan kepada Dr. Paul Dalby dari University College London pada tanggal 12 November di Berlin. Metode Dalby untuk mengkominasikan enzim dan mengubah-suainya untuk fungsi baru telah berhasil merebut hati para juri.

Enzim ini ditemukan oleh Dr. Thore Rohwerder dan Dr. Roland H. Müller. Mereka menamainya 2-hidroksisobutiril-CoA mutase. Enzim ini memungkinkan sebuah pengubahan struktur karbon C4 linear menjadi struktur bercabang. Senyawa dari tipe reaksi ini adalah prekursor untuk MMA. Aspek revolusionernya terletak pada kemampuan enzim ini bilamana diintegrasikan dengan mikrorganisme yang tepat akan mampu mengubah senyawa gula dan senyawa alam lainnya menjadi produk yang diinginkan. Hingga kini, satu-satunya cara untuk menghasilkan prekursor ini, yaitu 2-hidroksibutirat (2-HIBA), adalah dengan proses kimia murni berbahan dasar senyawa petrokimia.

Industri kimia di seluruh dunia telah mencari proses biologis yang tepat, sehingga di masa depan, bahan dasar terbaharukan dapat juga digunakan sebagai dasar dari reaksi sintesis MMA. Mutasi yang disinggung disini memberikan solusinya: sebuah enzim yang mampu mengubah gugus fungsional dari satu posisi ke posisi lain dalam sebuah molekul. Dalam sebuah penelitian pasca-doktoral di UFZ Department of Environmental Microbiology, Dr Thore Rohwerder dan pembimbingnya Dr Roland H. Müller telah menemukan enzim dalam strain baktei yang berhasil diisolasi ketika mereka sedang mencari bakteri yang tepat untuk mendegradasi polutan MTBE (metil tersier butil eter).

Alasan para juri untuk memberi penghargaan sehubungannya dengan kepentingan industri adalah dalam rentang waktu mendatang, diperkirakan sepuluh persen dari permintaan pasar untuk MMA dapat dihasilkan dengan proses bioteknologi. Pasar dunia untuk material ini adalah sekitar 3 juta ton yang bernilai sekitar 4 miliar Euro. Akan dibutuhkan waktu sekitar empat tahun untuk menciptakan sebuah sistem bakterial dalam sebuah proses yang berjalan (skala pilot), dan dalam waktu sepuluh tahun sebuah proses dengan teknologi ini diperkirakan telah berjalan, dengan angka pendapatan sekitar 150 hingga 400 juta Euro.

PMMA adalah sebuah plastik sintetik dikembangkan di tahun 1928 dan hari ini dihasilkan dalam jumlah yang amat besar. PMMA umumnya dikenal sebagai kaca akrilik, dan digunakan untuk kaca anti-pecah dan alternatif kaca dengan berat ringan, dimana aplikasinya antara lain kacamata pelindung dan lampu kendaraan. PMMA memiliki banyak aplikasi termasuk prostetik, cat, dan perekat. PMMA dijual dengan berbagai nama dagang, diantaranya "Plexiglas®" (Evonik) dan "Altuglas" (Arkema).

Dalam GDR, nama yang dipakai untuk produk ini adalah "O-Glas" atau "Piacryl". Plastik ini rapuh, namun sangat resistan terhadap sinar UV yang membuatnya tahan terhadap cuaca. Tingkat kejernihan yang tinggi dan berat yang ringan berarti gelas akrilik memiliki kelebihan dibandingkan gelas tradisional. Material ini pun telah digunakan untuk atap dari stadium Olimpiade di Munich pada tahun 1970. Para ahli memperkirakan bahwa permintaan dari gelas akrilik akan berkembang lebih pesat di masa depan, seperti salah satu penggunaannya untuk unit fotovoltaik / sel matahari.